STANDAR KOMPETENSI
DAN KOMPETENSI DASAR
MATA PELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA SUNDA
SMP/MTs.
PEMERINTAH PROVINSI
JAWA BARAT
DINAS
PENDIDIKAN
MATA PELAJARAN MUATA LOKAL
BAHASA DAN SASTRA SUNDA
SMP/MTs
A.
Latar Belakang
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) Mata Pelajaran Bahasa
dan Sastra Sunda disusun berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, yang
menetapkan bahasa daerah, antara lain, bahasa Sunda, diajarkan di pendidikan
dasar di Jawa Barat. Kebijakan tersebut sejalan dengan jiwa UU No. 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang bersumber dari UUD 1945 mengenai Pendidikan dan Kebudayaan di
samping sejalan pula dengan Rekomendasi UNESCO tahun 1999 tentang “pemeliharaan
bahasa-bahasa ibu”, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab III Pasal 7 Ayat 3--8, yang
menyatakan bahwa dari SD/MI/SDLB, SMP/MTs./SMPLB, SMA/MAN/SMALB, dan SMK/MAK
diberikan pengajaran muatan lokal yang relevan. SKKD ini diputuskan oleh
Gubernur Jawa Barat dengan Nomor 423.5/Kep.674-Disdik/2006.
Bahasa Sunda berkedudukan
sebagai bahasa daerah, yang merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat
Jawa Barat. Karena kenyataan ini, pembelajaran bahasa Sunda di kelas-kelas awal
SD harus disesuaikan dengan prinsip pembelajaran bahasa kesatu sebagai
kelanjutan dari hasil pembelajaran di lingkungan keluarga peserta didik. Bahasa
Sunda sudah banyak berubah bila dibandingkan dengan kondisi bahasa itu sebelum
kemerdekaan. Kenyataan ini harus disikapi dengan kearifan dalam memilih dan
menjabarkan Materi Pokok agar berkesuaian dengan kondisi bahasa dan sastra
Sunda dewasa ini. Alokasi waktu untuk Mata Pelajaran Bahasa Sunda 2 (dua) jam
pelajaran. Dengan demikian, KTSP Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda yang
dibuat guru tersebut harus berbanding lurus dengan alokasi waktu yang tersedia.
Bahasa Sunda menjadi bahasa tutur dan bahasa tulis pada masyarakat Jawa Barat.
Tuturan dan wacana tulis itu dapat dijadikan bahan untuk menjabarkan lebih
lanjut Materi Pokok seraya tetap mengacu pada Kompetensi Dasar dan Indikator
yang tercantum pada standar kompetensi. Bahasa Sunda adalah bahasa daerah yang
memiliki jumlah penuturnya yang sangat banyak, menyebar di wilayah yang sangat
luas (Jawa Barat, Banten, dan bagian-bagian barat Jawa Tengah), serta memiliki
beberapa basa wewengkon (dialek).
Kenyataan tersebut harus diantisipasi sekolah secara wajar, yakni dengan
mengenalkan bahasa dialek dalam bahasa tutur setempat seraya mengenalkan pula
bahasa Sunda lulugu sebagai
padanannya. Penutur bahasa Sunda menjadi dwibahasawan, selain berkomunikasi
dengan bahasa Sunda, juga menggunakan bahasa Indonesia.
Standar kompetensi dan Kompetensi
Dasar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda berpijak pada hakikat pembelajaran
bahasa dan sastra. Belajar bahasa dan sastra pada dasarnya adalah belajar
berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai nilai-nilai
kemanusiaan serta nilai-nilai kehidupan. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
dan sastra Sunda diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, baik
lisan maupun tulis, serta untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra
Sunda.
Sebagai alat komunikasi, bahasa
Sunda digunakan untuk bertukar pesan (pikiran, perasaan, dan keinginan), baik
lisan maupun tulis, menyertai berbagai segi kehidupan masyarakat penuturnya.
Dalam fungsinya untuk mengungkapkan imajinasi dan kreativitas, bahasa Sunda
juga telah menghasilkan aneka ragam bentuk dan jenis karya sastra dalam tradisi
yang telah bersejarah. Dengan demikian, pemilihan bahan (materi) pembelajaran
akan semakin penting, apalagi hanya tersedia waktu dua jam pelajaran dalam satu
minggu.
B. Pengertian
Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Sunda SMP/MTs adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Sunda peserta didik
pada jenjang satuan pendidikan tersebut.
C. Fungsi,
dan Tujuan
1. Fungsi
Standar kompetensi
dan kompetensi dasar berfungsi sebagai acuan bagi guru-guru di sekolah dalam
menyusun kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda sehingga segi-segi
pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berbahasa dan bersastra
Sunda dapat terprogram secara terpadu.
Standar kompetensi
dan kompetensi dasar ini disusun dengan mempertimbangkan kedudukan bahasa Sunda
sebagai bahasa daerah dan sastra Sunda sebagai sastra Nusantara. Pertimbangan
itu berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda sebagai
(1) sarana pembinaan sosial budaya regional Jawa Barat, (2) sarana peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam rangka pelestarian dan
pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4)
sarana pembakuan dan penyebarluasan pemakaian bahasa Sunda untuk berbagai
keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, serta (6) sarana pemahaman aneka
ragam budaya daerah (Sunda).
2. Tujuan
Penyusunan standar
kompetensi dan kompetensi dasar ini bertujuan memberikan petunjuk, arahan,
kejelasan, dan kemudahan kepada para pelaksana pendidikan di sekolah dalam
melaksanakan pembelajaran bahasa dan sastra Sunda.
Sebagai acuan program
dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berbahasa dan
bersastra Sunda, isi standar kompetensi dan kompetensi dasar ini didasarkan
pada tujuan umum pembelajaran Bahasa dan Sastra Sunda, yakni peserta didik memperoleh pengalaman dan
pengetahuan berbahasa serta bersastra Sunda. Tujuan umum tersebut dapat
diperinci sebagai berikut.
1)
Peserta didik
menghargai dan membanggakan bahasa Sunda sebagai bahasa daerah di Jawa Barat,
yang juga merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakatnya.
2)
Peserta didik
memahami bahasa Sunda dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta mampu
menggunakannya secara tepat dan kreatif untuk berbagai konteks (tujuan,
keperluan, dan keadaan).
3)
Peserta didik
memiliki kemampuan dan kedisiplinan dalam berbahasa Sunda untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial.
4)
Peserta didik mampu
menikmati dan memanfaatkan karya sastra Sunda untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa Sunda, mengembangkan kepribadian, dan memperluas
wawasan kehidupan.
5)
Peserta didik
menghargai dan membanggakan sastra Sunda sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Sunda.
D.
Standar Kompetensi Lulusan SMP/MTs.
Standar kompetensi
lulusan SMP/MTs. dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda terdiri atas
empat aspek berikut.
a. Menyimak
(ngaregepkeun)
Mampu menyimak, memahami, dan
menanggapi beragam wacana lisan yang
berupa percakapan, pidato, pembacaan atau pelantunan puisi (sajak, pupujian,
guguritan), dan pembacaan prosa (dongeng, cerpen, novel, carita pondok,
berita, biografi, bahasan, dan artikel).
b. Berbicara (nyarita)
Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan secara lisan yang
berupa percakapan, wawancara, bercerita, menceritakan, mengumumkan, menelpon,
menjelaskan, berdiskusi, pidato, dan bermain peran.
c. Membaca (maca)
Mampu membaca, memahami, dan
menanggapi beragam teks yang berupa percakapan, prosa (sejarah, bahasan,
biografi, carita pondok, dongeng, novel), dan puisi (sajak, sawer,
guguritan, wawacan).
d. Menulis (nulis)
Mampu mengungkapkan berbagai pesan pikiran, perasaan, dan keinginan secara
tertulis dalam beragam karangan yang berupa
pedoman wawancara, prosa (pengalaman, biografi, bahasan, berita, esai,
surat, carita pondok, laporan, karangan ilmiah), dan puisi (sajak, guguritan,
sisindiran).
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra Sunda, yang meliputi aspek-aspek
berikut:
- menyimak (ngaregepkeun);
- berbicara (nyarita);
- membaca (maca); dan
- menulis (nulis).
Keempat aspek kemampuan berbahasa tersebut
dikaitkan dengan aspek tema dan kaidah bahasa (kebahasaan) seperti lafal dan
ejaan, pembentukan kata, dan penataan kalimat.
F. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs.
KELAS
VII
1.
Menyimak (ngaregepkeun)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
1.1
Mampu memahami dan
menanggapi wacana lisan melalui menyimak percakapan, dongeng, dan pupujian.
|
1.1.1
Menyimak
penggalan-penggalan percakapan (rekaman; dibacakan)
7.1.2
Menyimak
dongeng
7.1.3
Menyimak pupujian
|
2.
Berbicara
(nyarita)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
7.2
Mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan keinginan secara lisan
dalam menyampaikan
pengumuman, bercerita
tentang
pengalaman,
menyampaikan bahasan,
menceritakan tokoh,
berbicara melalui telepon,
dan
bercakap-cakap
dengan teman.
|
7.2.1
Menyampaikan
pengumuman
(wawaran)
7.2.2
Menceritakan
pengalaman
7.2.3
Menyampaikan
bahasan
7.2.4
Menceritakan tokoh
idola
7.2.5
Berbicara melalui
telepon
7.2.6
Bercakap-cakap (guneman)
dengan teman sekelas
|
3. Membaca (maca)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
7.3 Mampu memahami dan menanggapi bacaan melalui membaca
sejarah lokal/cerita babad, teks percakapan, dongeng, dan carita pondok.
.
|
7.3.1 Membaca
sejarah lokal/cerita babad
7.3.2 Membaca
teks percakapan (paguneman)
7.3.3 Membaca
dongeng
7.3.4 Membaca
carita pondok
|
4. Menulis (nulis)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
7.4
Mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan keinginan secara tertulis dalam bentuk menulis
pengalaman, biografi, sajak, bahasan, dan berita (warta).
|
7.4.1
Menulis pengalaman
7.4.2
Menulis biografi singkat
7.4.3
Menulis sajak
7.4.4
Menulis bahasan (eksposisi)
7.4.5
Menulis berita (warta)
|
KELAS
VIII
1.
Menyimak (ngaregepkeun)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
8.1 Mampu memahami dan menanggapi wacana lisan melalui menyimak lirik (rumpaka) lagu, puisi sawer,
dan pembacaan bahasan.
|
8.1.1 Menyimak lirik (rumpaka) lagu-lagu
kawih (dinyanyikan langsung atau rekaman)
8.1.2 Menyimak puisi sawer
8.1.3
Menyimak bahasan tentang
jenis-jenis kesenian daerah
|
1.
Berbicara
(nyarita)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
8.2 Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan keinginan secara lisan dalam
berwawancara, berdiskusi, menyampaikan informasi dan laporan
perjalanan, memandu acara, dan
memimpin diskusi.
|
8.2.1
Berwawancara dengan narasumber
8.2.2
Berdebat
dalam diskusi
8.2.3
Menyampaikan
informasi
8.2.4
Menyampaikan
laporan perjalanan
8.2.5
Memandu
acara kegiatan
8.2.6
Memimpin
diskusi
|
3. Membaca (maca)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
8.3 Mampu memahami dan menanggapi bacaan melalui membaca teks kepahlawanan, cerita wawacan, sajak, dan
argumentasi.
|
8.3.1
Membaca wacana tentang pahlawan
8.3.2
Membaca penggalan cerita
wawacan
8.3.3
Membaca sajak (poetry reading)
8.3.4
Membaca wacana argumentasi
|
4. Menulis (nulis)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
8.4 Mampu
mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan keinginan secara tertulis dalam bentuk surat, esai, laporan, sisindiran, dan guguritan.
|
8.4.1
Menulis surat
8.4.2
Menulis esai
8.4.3
Menulis laporan
8.4.4
Menulis sisindiran
8.4.5
Menyusun guguritan
|
KELAS
IX
1.
Menyimak (ngaregepkeun)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
9.1
Mampu memahami dan
menanggapi wacana lisan melalui menyimak pidato/khotbah, lirik (rumpaka) lagu
jenis tembang, dan pembacaan cerita
pendek (carita pondok).
|
9.1.1
Menyimak pidato (biantara)/ khotbah (hutbah).
9.1.2
Menyimak lirik (rumpaka)
lagu-lagu jenis tembang
9.1.3
Menyimak pembacaan
cerita pendek (carita pondok)
|
2.
Berbicara (nyarita)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
9.2
Mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan keinginan secara lisan dalam bentuk mengemu-kakan
kritik, berpidato, menceritakan isi
novel, berdiskusi, bermain peran, dan dramatisasi/
musikalisasi puisi.
|
9.2.1
Mengkritik berbagai
karya seni
9.2.2
Berpidato (biantara)
9.2.3
Menceritakan isi
novel
9.2.4
Berdiskusi di kelas
9.2.5
Bermain peran berdasarkan
naskah drama
9.2.6 Dramatisasi/musikalisasi puisi
|
3. Membaca (maca)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
9.3 Mampu memahami dan menanggapi bacaan melalui membaca artikel, bahasan, puisi, dan naskah drama.
|
9.3.1
Membaca artikel
9.3.2
Membacakan bahasan karangan
sendiri
9.3.3
Membacakan puisi karangan
sendiri
9.3.4
Membaca wacana dialog
(paguneman)/naskah drama
|
4. Menulis (nulis)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
9.4
Mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan
keinginan secara tertulis
dalam bentuk surat, berita,
teks pidato, hasil
wawancara, dan bahasan.
|
9.4.1 Menulis surat
9.4.2 Menulis berita
9.4.3 Menulis teks pidato
9.4.4 Menulis hasil wawancara
9.4.5 Menulis bahasan
|
G. Arah Pengembangan
1. Bahasa Pengantar
Pembelajaran
Bahasa pengantar yang
digunakan dalam pembelajaran ialah bahasa Sunda. Di sekolah-sekolah atau daerah
yang mengalami kesulitan dengan pengantar bahasa Sunda dapat digunakan bahasa
Indonesia, baik sebagian maupun sepenuhnya. Akan tetapi, selalu
disertai usaha untuk secara berangsung-angsur bisa memahami petunjuk dalam
bahasa Sunda. Di daerah-daerah yang memiliki basa wewengkon, kata-kata dialek dapat difungsikan untuk
mempercepat atau meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Pendekatan
Pembelajaran
Pembelajaran bahasa
dan sastra Sunda bertitik tolak dari pandangan bahwa bahasa Sunda merupakan
alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya. Komunikasi
bahasa diwujudkan melalui kegiatan berbahasa lisan (menyimak-berbicara) dan
kegiatan berbahasa tulis (membaca-menulis). Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa Sunda diarahkan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa
dan bersastra Sunda, kemampuan berpikir dan
bernalar, serta kemampuan memperluas wawasan tentang budaya Sunda, juga
diarahkan untuk mempertajam perasaan murid. Di samping itu,
diharapkan murid
tidak hanya mahir berbahasa Sunda, pandai bernalar, tetapi juga memiliki
kepekaan dalam berhubungan satu sama lain, dan dapat menghargai perbedaan yang
berlatar belakang budaya. Murid tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi
yang lugas dan tersurat, melainkan juga yang kias dan tersirat.
Agar murid mampu
berkomunikasi, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan pada kegiatan untuk
membekali murid terampil berbahasa lisan dan berbahasa tulis. Murid dilatih
lebih banyak menggunakan bahasa daripada pengetahuan tentang bahasa. Juga
pembelajaran sastra Sunda diarahkan agar murid beroleh pengalaman apresiasi dan
ekspresi sastra, bukan pada pengetahuan sastra. Dalam sastra terkandung
pengalaman manusia, yang meliputi pengalaman pengindraan, perasaan, kahyal, dan
perenungan, yang secara terpadu diwujudkan dalam penggunaan bahasa, baik secara
lisan maupun secara tertulis. Melalui sastra murid diajak untuk memahami,
menikmati, dan menghayati karya sastra. Pengetahuan tentang sastra dijadikan
penunjang dalam mengapresiasi karya sastra. Dengan demikian, fungsi utama
sastra sebagai penghalus budi, peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan, dan
kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, serta penyaluran gagasan dan
imajinasi secara kreatif dapat tercapai dan tersalurkan.
Pemakaian
bahasa Sunda yang nyata dipengaruhi berbagai konteks, antara lain, siapa
penyapa dan pesapa, pada situasi bagaimana, di mana tempatnya, kapan waktunya,
media apa yang digunakan, dan apa isi pembicaraannya. Untuk keperluan itu,
dalam pembelajaran bahasa dapat digunakan berbagai pendekatan, antara lain,
pendekatan kompetensi komunikatif dan pendekatan kontekstual dengan berbagai
media dan sumber belajar.
Murid adalah peserta
aktif atau sebagai pelajar. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan sastra
Sunda, murid harus mendapat kesempatan yang sebanyak-banyaknya dan
seluas-luasnya untuk beroleh pengalaman berbahasa dan bersastra Sunda, melalui
kegiatan reseptif (menyimak, membaca) dan kegiatan produktif (berbicara,
menulis). Di dalam hal ini perlu pula dipertimbangan pemakaian
aspek-aspek kebahasaan yang berupa fonem, kata, kalimat, dan paragraf.
3. Pengorganisasian
Materi
1)
Kompetensi, Indikator, dan Materi Pokok
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda merupakan kerangka tentang standar
kompetensi yang harus diketahui, dilakukan, dan dikuasai oleh peserta didik pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam dua
komponen utama, yaitu standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
Standar kompetensi mencakup menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Masing-masing bersangkutan dengan kemampuan berbahasa dan pengalaman
bersastra.
Aspek-aspek tersebut dalam
pembelajarannya dilaksanakan secara terpadu. Pada gambar berikut terlihat
bagaimana sebuah tema atau kebahasaan dapat terpadu dalam dua aspek atau
lebih. Penekanan bisa dilakukan pada salah satu aspek.
Kompetensi dasar yang dicantumkan
dalam sebuah standar kompetensi merupakan kemampuan minimal yang harus dikuasai
murid. Oleh karena itu, guru di daerah atau di sekolah dapat mengembangkan,
menggabungkan, atau menyesuaikan bahan yang disajikan dengan keadaan dan
keperluan setempat dalam silabus dan rencana pembelajaran.
Perumusan kompetensi dasar dilakukan
dalam bentuk konstruksi predikatif, yakni struktur predikat dan objek
(P-O), seperti menyimak dongeng atau
struktur predikat dan keterangan (P-Ket) seperti membaca nyaring. Akibat kedua struktur predikatif tersebut, isi
kompetensi dasar memperlihatkan kemampuan proses dan kemampuan substansi.
Memang tampak adanya ketidakajegan,
namun hal itu tidak dapat dihindari karena kompetensi dasar dapat mengacu
kepada kemampuan proses maupun substansi.
4. Penomoran Kompetensi
Penomoran
dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dimaksudkan untuk
memudahkan penandaan jumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar, yang
terdapat pada kelas tertentu (I - XII). Standar
kompetensi mengacu kepada empat aspek keterampilan bahasa, yakni (1) menyimak,
(2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Untuk menandai keterkaitan kelas
dan SK, penomoran KD dibuat dalam tiga angka. Angka pertama menunjukkan kelas,
angka kedua menunjukkan nomor SK, dan angka ketiga menunjukkan nomor KD.
Contoh:
KELAS VII
1. Menyimak (ngaregepkeun)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
7.1 Mampu
memahami dan
menanggapi wacana
lisan melalui menyimak
pencakapan, sajak,
dan pupujian.
|
4.1.1 Menyimak penggalan percakapan (rekaman, dibacakan)
4.1.2 Menyimak
pembacaan sajak pilihan teman sekelas
7.1.3 Menyimak pupujian
|
Nomor-nomor kompetensi dasar tersebut bukan urutan pembelajaran. Guru dapat memilih dan memulai dari nomor kompetensi dasar mana saja.
5. Pemanfaatan Media
dan Sumber Belajar
5.1 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa dan
sastra Sunda. Teknologi komunikasi berupa media cetak dan elektronik. Dalam
batas-batas dan cara-cara tertentu semua itu dapat dimanfaatkan untuk membantu
meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Sunda.
5.2 Pemanfaatan
Lingkungan Alam, Sosial, dan Budaya
Sumber
pembelajaran bahasa dan sastra Sunda dapat pula berupa lingkungan alam,
masyarakat, dan budaya Sunda. Murid diupayakan
agar berhubungan langsung dengan masyarakat untuk mengetahui kehidupan
bahasa dan budaya Sunda saat ini, yang selanjutnya dijadikan informasi dalam
penelaahan bahasa. Berkaitan dengan pembelajaran sastra, murid diupayakan untuk
mengetahui kehidupan sastra secara eksplisit atau secara implisit seperti yang
terkandung di dalam unsur-unsur kesenian Sunda (seni pertunjukan/teater, seni
tari, seni rupa, seni karawitan, dan seni kriya).
6.
Bacaan Wajib Sastra
Sebagai upaya
meningkatkan apresiasi sastra dan gemar membaca, setiap murid pada jenjang
SMP/MTs diwajibkan membaca sejumlah karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan
drama) yang sesuai dalam jumlah yang memadai.
Pengajaran apresiasi
sastra ini disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang terdapat dalam
kurikulum pada aspek kemampuan bersastra.
Pemilihan bahan ajar ini dapat dilihat pada bagian lampiran atau dicari
pada sumber lain.
7. Penilaian
Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui
pencapaian kompetensi berbahasa dan
bersastra Sunda oleh murid setelah beberapa kali tatap muka di kelas. Penilaian
dilakukan selama pembelajaran, pada tengah semester, akhir semester, atau akhir
tahun. Aspek yang dinilai mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor, yang
bermuara pada kemampuan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis, baik yang berkaitan dengan bahasa maupun
sastra.
Teknik penilaiannya dapat dilaksanakan melalui cara tes (pengukuran),
bukan tes (pengamatan kinerja murid keseharian), atau portopolio (pengumpulan
dan pengamatan seluruh karya murid, dari awal sampai akhir tahun).
8. Diversifikasi
Kurikulum
8.1
Kesamaan Beroleh Kesempatan
Pelaksanaan kurikulum tidak
mengarah kepada penyeragaman untuk semua sekolah atau semua murid. Keadaan daerah
yang berlainan dan kemampuan murid yang berbeda justru menjadi sumber
pemerkayaan diri. Diversifikasi pada kurikulum memberikan peluang bagi murid
yang berkemampuan lebih untuk meningkatkan diri melalui kegiatan tambahan.
Penyediaan tempat yang
memberdayakan semua murid untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap
sangat diutamakan. Seluruh murid dari berbagai kelompok,
seperti yang kurang, berbakat, dan yang ungggul, berhak menerima pendidikan
yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
8.2 Kategorisasi Lokasi Kebahasaan
Selain bahasa Sunda,
di Jawa Barat terdapat pula
bahasa-bahasa daerah lain yang wilayah pemakaiannya tidak berdasarkan daerah
administrasi pemerintahan. Dalam hubungan itu, bagi daerah-daerah yang
murid-muridnya berbahasa ibu bukan bahasa Sunda kompetensi dasar itu perlu
disesuaikan dengan keadaan kebahasaan daerah setempat. Pembelajaran tidak
berlangsung untuk semua kompetensi dasar, dipilih mana yang mungkin bisa
dilaksanakan.
9.
Pengembangan Materi
Standar kompetensi
memberi kewenangan kepada guru dan sekolah untuk menentukan bahan ajar
berdasarkan kompetensi dasar. Penentuan itu disesuaikan dengan
kondisi setempat sehingga penjabaran di setiap sekolah bisa berbeda-beda. Dalam
penjabaran itu diperlukan pedoman yang dapat dijadikan acuan oleh para guru.
9.1 Materi Kebahasaan
Kebahasaan atau pengetahuan bahasa
masih diperlukan dalam belajar berbahasa. Pembelajaran bahasa Sunda tidak
secara khusus mengajarkan pengetahuan bahasa, melainkan keterampilan berbahasa.
Aspek kebahasaan (kosa kata dan tata bahasa) disajikan dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa secara integratif.
Pertama, bahan ajar kosa kata diterapkan di dalam kalimat, bukan daftar
kata-kata berserta maknanya. Cakupan kosa kata dapat berupa pemakaian seperti
berikut:
(1) kata-kata khusus (istilah) yang berkaitan dengan
sosial-budaya Sunda;
(2) kata-kata lugas (denotatif) dan kata kiasan (konotatif);
(3) kata-kata yang berhubungan makna (sinonim,
antonim, homonim, hiponim);
(4) perubahan makna (meluas, menyempit, meningkat,
menurun, sinestesia,
asosiasi);
(5) ungkapan (babasan) dan peribahasa
(paribasa);
(6) majas (gayabasa) dan rima
(purwakanti);
(7) tatakrama basa atau undak usuk basa dalam
percakapan (paguneman).
Kedua,
bahan ajar tata bahasa diperlukan ketika membetulkan kesalahan pemakaian kaidah
bahasa sebagai latihan disiplin berbahasa. Bukan pembelajaran tentang tata
bahasa, tetapi pemakaian atau penerapannya dalam kalimat. Cakupan tata bahasa
meliputi aspek-aspek berikut:
(1) lafal dan ejaan;
(2) pemakaian bentuk kata (wangun kecap) yang meliputi kata dasar (kecap asal), kata turunan (kecap
rundayan), kata ulang (kecap rajekan),
dan kata majemuk (kecap kantetan)
dalam kalimat. Misalnya, kata berimbuhan N-
dan di-, diajarkan ketika bertemu
dengan materi pokok kalimat aktif (kalimah
aktip) dan kalimat pasif (kalimah pasip);
(3) pemakaian bentuk kalimat (wangun kalimah), berawal dari kalimat sederhana (kalimah basajan), kalimat luas (kalimah jembar), menuju ke kalimat
majemuk (kalimah ngantet) dan kalimat
bertingkat (kalimah sumeler);
(4) pemakaian fungsi kalimat (kagunaan kalimah) yang meliputi kalimat berita (kalimah wawaran), kalimat tanya (kalimah pananya), kalimat perintah (kalimah parentah), dan kalimat seru (kalimah panyeluk);
(5) pemakaian tipe kalimat (wanda kalimah) yang meliputi kalimat langsung dan kalimat tak
langsung, kalimat aktif (kalimah migawe),
kalimat pasif (kalimah kapigawe),
kalimat refleksif (kalimah migawe
maneh), dan kalimat resiprokatif (kalimah
silihbales) berada dalam pembelajaran wacana dialog dan drama.
Ketiga, bahan ajar wacana atau teks berkaitan dengan aspek keterampilan
berbahasa dan bersastra, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Cakupan wacana dapat berupa:
(1) paragraf, petikan cerita, surat, dan artikel;
(2) bentuk wacana seperti narasi (carita), deskripsi (dadaran,
candraan), eksposisi (pedaran),
dan argumentasi (bahasan);
(3) jenis wacana seperti puisi (wangun
ugeran), prosa
(wangun lancaran), dan drama (wangun
paguneman).
9.2 Materi Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa memiliki urutan yang alamiah, mulai dari menyimak
(ngaregepkeun) dan berbicara (nyarita), sebagai kegiatan berbahasa
lisan serta membaca (maca), dan
menulis (nulis) sebagai kegiatan
berbahasa tulis. Menyimak dan membaca termasuk kegiatan berbahasa reseptif,
sedangkan berbicara dan menulis termasuk kegiatan berbahasa produktif.
a. Aspek Menyimak (ngaregepkeun)
Menyimak adalah kegiatan memahami dan menanggapi wacana lisan melalui
mendengarkan lambing-lambang bunyi ujaran. Kegiatannya dapat berupa
mendengarkan:
(1) pembacaan puisi;
(2) penuturan dongeng;
(3) pembacaan cerita;
(4) pembacaan kutipan novel;
(5) pengumuman (wawaran, bewara);
(6) dialog atau diskusi;
(7) khutbah/pidato/ceramah;
(8) acara radio/TV;
(9) kakawihan, kawih, dan tembang.
b. Aspek Berbicara (nyarita)
Aspek berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan (pikiran, perasaan,
dan keinginan) secara lisan. Kegiatannya dapat berupa:
(1) bercerita (ngadongeng),
(2) berwawancara (wawancara),
(3) menceritakan kembali (nyaritakeun
deui);
(4) menyampaikan pesan (nepikeun amanat);
(5) bermain peran (metakeun,
ngaragakeun);
(6) menyapa (tumanya);
(7) mengeritik (ngeritik, nyawad);
(8) memberikan pujian/memuji (muji);
(9) memberikan tanggapan (mere
tanggapan);
(10) mendiskusikan (nyawalakeun,
ngadiskusikeun);
(11) membahas (medar);
(12) menyanggah pendapat/menolak usul;
(13) berpidato (biantara);
(14) bercakap-cakap (ngobrol,
ngawangkong);
(15) melisankan hasil sastra (puisi, prosa, dan drama).
c. Aspek Membaca (maca)
Membaca adalah kegiatan memahami dan menanggapi wacana tulis atau
bacaan. Aspek membaca dapat berupa kegiatan:
(1) membaca
permulaan (maca munggaran);
(2) membaca
pemahaman (maca nyangkem);
(3) membaca
nyaring (maca bedas);
(4) membaca
bersuara (maca nyoara);
(5) membaca
memindai (maca tenget);
(6) membaca
cepat (maca gancang);
(7) membaca
dalam hati (maca jero hate, ngilo);
(8) membaca
pendalaman (maca neuleuman);
(9) membaca
berurutan (maca ngaruntuy);
(10) membaca sekilas (maca
saliwat, saulas);
(11) membaca intensif (maca
intensif, ngulik);
(12) membaca ekstensif (maca
ekstensif, ngalanglang);
(13) membaca naskah drama;
(14) membaca sajak (maca sajak).
d. Aspek Menulis (nulis)
Menulis adalah kegiatan menyampaikan pesan (pikiran, perasaan, dan
keinginan) secara tertulis atau melalui lambang-lambang grafis. Aspek menulis
dapat berupa kegiatan:
(1) menulis permulaan (nulis
munggaran);
(2) menyalin (nyalin);
(3) mendeskripsikan (ngadadarkeun);
(4) melengkapi karangan rumpang (ngalengkepan);
(5) menulis paragraf;
(6) menulis surat;
(7) menyunting (nyarungsum);
(8) menerapkan ejaan dan tanda baca;
(9) menulis rangkuman (ngarangkum);
(10) menulis teks pidato;
(11) menulis laporan;
(12) menulis pesan ringkas;
(13) menulis iklan;
(14) menulis warta/berita;
(15) menulis artikel;
(16) menulis bahasan.
0 komentar:
Posting Komentar